BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya Angka kematian Ibu merupakan masalah besar
yang terjadi dalam bidang kesehatan. Angka kematian ibu di Indonesia masih
tertinggi di ASEAN. Persalinan merupakan
hal yang sangat di tunggu oleh ibu hamil. Tapi dalam persalinan dan setelah
melahirkan adalah suatu yang sangat rawan bagi ibu untuk mengalami perdarahan
yang begitu hebat dan perdarahan tersebut adalah salah satu faktor tertinggi
penyebab kemtian pada ibu. Perdarahan yang terjadi pada ibu diantaranya diakibatkan
oleh terhambatnya kelahiran plasenta melebihi dari 30 menit. (http:
//dahliayaya. Blogspot. Com / 2012 / 05 / makalah – rretensio – plasenta. Html
diakses tanggal 6 juni 2013).
Setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di
seluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini berlangsung aman. Namun,
sekitar 15% menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan
komplikasi yang mengancam nyawa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian
lebih dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90%
terjadi di Asia dan Afrika subsahara, 10% di negara berkembang lainnya, dan
kurang dari 1% di negara – negara maju. Di beberapa negara resiko kematian ibu
lebih tinggi dari 1 dalam 10 kehamilan, sedangkan di negara maju resiko ini kurang
dari 1 dalam 6000. (Prawihardjo, S. 2010 : 53).
Kematian ibu dibagi menjadi kematian
langsung dan tidak langsung. Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat
komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas dan segala intervensi atau
penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung
merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbuk sewaktu
kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia,
HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskuler. (Prawihardjo, S. 2010 : 54).
Secara global 80% kematian ibu tergolong
pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana – mana sama, yaitu
Perdarahan ( 25% biasanya perdarahan pasca persalinan), Sepsis ( 15%),
Hipertensi dalam kehamilan (12%), Partus
macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab – sebab lain (8%).
(Prawihardjo, S. 2010 : 54).
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian
ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68 – 73% dalam satu
minggu setelah bayi lahir, dan 82 – 88% dalam 2 minggu setelah bayi lahir.
(Prawihardjo, S. 2010 : 523).
Retensio plasenta dapat menyebabkan
perdarahan, perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40% - 60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah disebabkan oleh
perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut WHO
dilaporkan bahwa 15 – 20% kematian Ibu karena retensio plasenta dan insedennya adalah
0,8 – 1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko – resiko lain
dari ibu bersalin. Perdarahan post partum dimana retensio plassenta salah satu
penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu tidak mendapat perawatan medis yang
tepat (PATH, 2002). (http://delvitapratiwi.Blogspot.Com/2012/06/retensio–plasenta.Html
diakses tanggal 6 juni 2013).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99% kematian
ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara – negara
berkembang. Rasio kematian ibu di negara – negara berkembang merupakan yang
tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika
dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran
(WHO, 2010). (http://delvipratiwi.blogspot.com/2012/06/retensio-retensio.html
diakses tanggal 6 juni 2013).
Angka kematian ibu di Indonesia masih
relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara – negara anggota ASEAN. Berdasarkan
data WHO untuk tahun 2010 Rasio kematian ibu (MMR) selama kehamilan dan
melahirkan atau dalam 42 hari setelah melahirkan, per100.000 kelahiran hidup
untuk negara indonesia sebesar berkisar antara 140 – 380 / 100.000 kelahiran
hidup sedangkan untuk sesama negara ASEAN seperti Thailand berkisar antara 32 –
36 / 100.000 kelahiran hidup dan malaysia 14 – 68 / 100.000 kelahiran hidup.
Survei demografi dan kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI di
Indonesia untuk periode lima tahun sebelum survei (2003 – 2007) sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup (Depkes RI.2009). (http:
//delvitapratiwi.Blogspot.Com/2012/06/retensio–plasenta.Html diakses tanggal 6
juni 2013).
Data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Bone bahwa tahun 2012 kejadian retensio
plasenta adalah 86/13.739 persalinan atau 0,625%.
Data
yang diperoleh dari puskesmas Ajangale kabupaten Bone bahwa tahun 2012 kejadian
retensio plasenta adalah 5/180 persalinan atau 2,777%.
Berdasarkan
hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji ibu lebih jauh dalam
karya tulis ilmiah ini dengan judul manajemen kebidanan pada Ny “N” dengan
retensio plasenta di Puskesmas Ajangale Kabupaten bone sebagai rasa tanggung
jawab dalam mengkaji masalah tersebut yang diuraikan pada tujuh langkah Varney.
B. Ruang Lingkup Pembahasan.
Pembahasan
studi kasus ini, mengenai pendekatan proses Manajemen Kebidanan Ny “N”, Dengan
Retensio Plasenta Di Puskesmas Ajangale kabupaten Bone Tanggal 22 Januari 2013.
C. Tujuan Penulisan.
1. Tujuan
Umum
Dapat melaksanakan manajemen
kebidanan Ny “N” dengan retensio plasenta di Puskesmas Ajangale kabupten Bone
tanggal 22 Januari 2013, dengan menggunakan manajemen kebidanan sesuai dengan
wewnang bidan.
2. Tujuan
Khusus
a. Dapat
melaksanakan pengkajian data pada Ny “N” dengan rtensio plasenta di Puskesmas
Ajangale kabupaten Bone tanggal 22 Januari 2013.
b. Dapat
menganalisis dan menginterprestasikan data untuk menengakkan diagnosa / masalah
aktual pada Ny “N” dengan retensio Plasenta di Puskesmas Ajangale kabupaten
Bone tanggal 22 Januari 2013.
c. Dapat
mengantisipasi diangnosa / masalah potensial Ny “N” dengan retensio plasenta di
Puskesmas Ajangale Kabupaten Bone tanggal 22 Januari 2013.
d. Dapat
melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi guna pemecahan masalah pada Ny “N”
dengan retensio plasenta di puskesmas Ajangale kabupaten Bone tanggal 22
Januari 2013.
e. Dapat
merencanakan tindakan asuhan kebidanan pada Ny “N” dengan retensio plasenta di
Puskesmas Ajangale Kabupaten Bone tanggal 22 Januari 2013.
f. Dapat
melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada Ny “N” dengan retensio plasenta di
Puskesmas Ajangale kabupaten Bone tanggal 222 januari 2013.
g. Dapat
mengevaluasi asuhan kebidanan pada Ny “N” dengan retensio plasenta di Puskesmas
Ajangale kabupten Bone tanggal 22 Januari 2013.
h. Dapat
mendokumentasikan semua temuan dan tindakan dalam asuhan kebidanan yang telah
dilaksanakan pada Ny “N” dengan retensio plasenta di Puskesmas Ajangale
Kabupaten bone tangggal 22 januri 2013.
D. Manfaat Penulissan
1. Manfaat
Praktis
Sebagai salah satu
sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pelaksanaan program, baik Dinas
kesehatan kota Bone maupun pada Puskesmas Ajangale dalam menyusun perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi retensio plasenta.
2. Manfaat
akademik
Sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan program studi DIII kebidanan di Akademi Kebidanan Persada Wajo.
3. Manfaat
Institusi
Sebagai bahan acuan /
pedoman institusi program diploma III kebidanan dalam penyusunan program
pendidikan.
4. Manfaat
Bagi Penulis.
Sebagai pengalaman
ilmiah yang berharga yang dapat meningkatkan dan menambah wawasan tentang
retensio plasenta.
E. Metode Penulisan
Penulisan
kasus ini menggunakan beberapa metode yaitu :
1. Studi
Kepustakaan
Penulis mempelajari
literature yang ada relevansinya dengan retensio plasenta.
2. Studi
kasus
Melaksanakan studi
kasus dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah melalui asuhan kebidanan
yang meliputi : pengkajian, merumuskan diagnosa / masalah aktual maupun
potensial, melaksanakan tindakan segera atau kolaborasi, perencanaan,
implementasi serta melaksanakan evaluasi terhadap asuhan kebidanan pada klien
dengan retensio plasenta.
Untuk memperoleh data
yang akurat, penulis menggunakan tehnik :
a. Anamnese
Penulis melakukan tanya
jawab dengan klien, suami dan keluarganya yang dapat membantu memberikan
keterangan / informasi yang dibutuhkan.
b. Melakukan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
dilakukan secara sistematis untuk menjamin diperolehnya data yang lengkap mulai
dari kepala sampai kaki meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan diagnostik lainnya dengan menggunakan format
pengkajian yang telah disusun sebelumnya.
c. Pengkajian
Psikososial
Pengakajian Psikososial
dilakukan meliputi pengkajian status emosional, respon terhadap kondisi yang
dialami serta interkasi klien terhadap keluarga, petugas kesehatan dan
lingkungannya.
3. Studi
Dokumenter
Studi dokumenter
dilakukan dengan mempelajari status kesehatan klien yang bersumber dari catatan
dokter, bidan, perawat, petugas laboratorium dan atau hasil pemeriksaan
penunjang lainnya yang dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian tulisan ini.
4. Diskusi
Penulis melakukan tanya
jawab dengan dokter atau bidan yang menangani langsung klien tersebut serta
mengadakan diskusi dengan dosen pengasuh / pembimbing karya tulis ilmiah ini.
BAB
II
TINJUAN
PUSTAKA
A.
Tinjuan
Umum Tentang Persalinan
1. Pengertian
Persalinan
Persalinan dan
kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal. Persalinan normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentase belakang kepala yang berlangsung tidak
lebih dari 18 jam tnpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin.
(Rukiyah,A.Y.,2009:1).
2. Sebab
– sebab mulainya persalinan
a. Penurunan
kadar progesteron
b. Teori
oxcytdosin
c. Peregangan
otot – otot
d. Pengaruh
Janin
e. Teori
prostaglandin
f. (Rukiyah,A.Y.,2009:1
- 2).
3. Tahap
– tahap persalinan (Sumarah, 2009 : 5 – 8)
a. Kala
I
Persalinan kala I
adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan
lengkap.
b. Kala
II (Pengeluaran)
Dimulai dari pembukaan
lengkap (10 cm) sampai bayi lahir.
c. Kala
III (Pelepasan uri)
Dimulai segera setelah
bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30
menit.
d. Kala
IV
Dimulai dari saat
lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
B.
Tinjauan
Umum tentang Kala III Persalinan
1. Pengertian
Kala III Persalinan
a. Kala
III (Pelepasan Uri) di mulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus
teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian
uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. (Sumarah,
2009 : 7).
b. Kala
III persalinan dimulai saat proses pelahiran bayi selesai dan berkahir dengan
lahirnya plasenta. Proses ini dikenal sebagai kala persalinan plasenta. Kala
tiga persalinan berlangsung rata – rata antara 5 – 10 menit. Akan tetapi,
kisaran normal kala tiga sampai 30 menit. Resiko perdarahan meningkat apabila
kala tiga lebih lama dari 30 menit, terutama antara 30 – 60 menit. (Varney,
2007 : 825).
2. Fisiologi
kala III
Kala III dimulai sejak
bayi lahir sampai lahirnya plasenta / uri. Rata – rata lama kala III berkisar
15 – 30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Tempat implantasi plasenta
sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri atau dinding lateral.
Sangat jarang terdapat pada fundus uteri. Bila terletak pada segmen bawah rahim
/ SBR, keadaan ini disebut plasenta previa. (Sumarah, 2009 : 145).
Waktu yang paling
kritis untuk mencegah perdarahan post partum adalah ketika plasenta lahir dan
segera setelah itu. Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi
tidak keluar, maka perdarahan terjadi dibelakang plasenta sehingga uterus tidak
dapat sepenuhnya berkontraksi karena plasenta masih dalam. Kontraksi pada otot
uterus merupakan mekanisme fisiologi yang menghentikan perdarahan. Begitu
plasenta lepas, jika ibu tidak apat melahirkan sendiri, atau petugas tidak
dapat menolong mengeluarkan plasenta, mungkin salah didiagnosis sebagai retensi
plasenta. Seringkali plasenta terperangkap dibawah serviks dan hanya diperlukan
sedikit dorongan untuk mengeluarkannya.
Manjemen aktif pada
kala III persalinan mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau
mengurangi perdarahan postpartum. (Saifuddin, A. B., 2009 : 115).
3. Fase
– fase kala III (Sumarah, 2009 : 145).
a. Pelepasan
Plasenta
Setelah bayi lahir,
terjadi kontraksi uterus. Hal iini mengakibatkan volume rongga uterus
berkurang. Dinding uterus menebal. Pada tempat implantasi plasenta juga terjadi
penurunan luas area. Ukuran plasenta tidak berubah, sehingga menyebabkan
plasenta terlipat, menebal dan akhirnya terlepas dari dinding uterus. Plasenta
terlepas sedikit demi sedikit, terjadi pengumpulan perdarahan diantara ruang
plasenta plasenta dan desidua basalis yang disebut retroplasenter hematom.
Setelah plasenta terlepas, plasenta akan menempati segmen bawah uterus atau
vagina.
b. Macam
– macam pelepasan plasenta (Sumarah, 2009 : 146).
1. Mekanisme
Schultz : pelepasan plasenta yang dimulai dari sentral / bagian tengah sehingga
terjadi bekuan retroplasenta. Cara pelepasan ini sering terjadi. Tanda
pelepasan dari tengah ini mengakibatkan perdarahan tidak terjadi sebelum
plasenta lahir. Perdarahan banyak terjadi segera setelah plasenta lahir.
2. Mekanisme
Duncan : terjadi pelepasan plasenta dari pinggir atau bersamaan dari pinggir
dan tengah plasenta. Hal ini mengakibatkan terjadinya semburan darah sebelum
plasenta lahir.
c. Tanda
– tanda pelepasan plasenta (Sumarah, 2009 : 146).
1. Perubahan
bentuk uterus. Bentuk uterus yang semula discoid menjadi globuler akibat dari
kontraksi uterus.
2. Semburan
darah tiba – tiba
3. Tali
pusat memanjang.
4. Perubahan
posisi uterus. Setelah plasenta lepas dan menempati segmen bawah rahim, maka
uterus muncul pada rongga abdomen.
d. Pengeluaran
plasenta
Plasenta yang sudah
lepas dan menempati segmen bawah rahim, kemudian melalui cerviks, vagina dan
dikeluarkan ke introitus vagina. (Sumarah, 2009 : 146).
e. Pemeriksaan
pelepasan plasenta (Sumarah, 2009 : 146).
Kustner : tali pusat diregangkan dengan
tangan kanan, tangan kiri menekan atas sympisis. Penilaian :
1) Tali
pusat masuk berarti belum lepas.
2) Tali
pusat bertambah panjang atau tidak masuk berarti lepas.
f. Pengawasan
perdarahan (Sumarah, 2009 : 146).
Selama hamil aliran darah ke uterus 500
– 800 ml/mnt.
1) Uterus
tidak berkontraksi dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 350 – 500 ml.
2) Kontraksi
uterus akan menekan pembuluh darah uterus diantara anyaman miometrium.
g. Manajemen
aktif kala III (Sumarah, 2009 : 146)
Syarat
: janin tunggal / memastikan tidak ada lagi janin di uterus
Tujuan : membuat kontraksi uterus
efektif.
Keuntungan :
1) Lama
kala III lebih singkat.
2) Jumlah
perdarahan berkurang sehingga dapat mencegah perdarahan post partum.
3) Menurunkan
kejadian retensio plasenta.
h. Manajemen
aktif kala III terdiri dari : (Sumarah,
2009 : 147).
1) Pemberian
oksitosin.
2) Penengangan
tali pusat terkendali.
3) Masase
fundus uteri.
i.
Pemeriksaan plasenta meliputi :
(Sumarah, 2009 : 150)
1) Selaput
ketuban utuh atau tidak.
2) Plasenta
: ukuran plasenta
a) Bagian
maternal : jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon.
b) Bagian
fetal : utuh atau tidak.
3) Tali
pusat : jumlah arteri dan vena, adakah arteri atau vena yang terputus untuk
mendeteksi plasenta suksenturia. Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal
serta panjang tali pusat.
j.
Pemantauan Kala III (Sumarah, 2009 : 150).
1) Perdarahan,
jumlah darah diukur, disertai dengan bekuan darah atau tidak.
2) Kontraksi
uterus : bentuk uterus, intensitas.
3) Robekan
jalan lahir / laserasi, ruptur perineum.
4) Tanda
– tanda Vital :
a) Tekanan
darah bertambah tinggi dari sebelum persalinan.
b) Nadi
bertambah cepat.
c) Temperatur
bertambah tinggi.
d) Respirasi
: berangsur normal
e) Gastrointestinal
: normal, pada awal persalinan mungkin muntah.
f) Personal
hygiene.
C.
Tinjauan
Umum Tentang Retensio Plasenta
1. Pengertian
retensio plasenta
1) Retensio
plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
persalinan bayi. (Rukiyah, A. Y., 2009 : 146).
2) Retensio
plasenta adalah bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam
setelah anak lahir. (Prawihardjo, S., 2010 : 526).
3) Retensio
plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
persalinan bayi. (Iskandar, I., 2009 : 157).
2. Etiologi
retensio plasenta
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara
spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot – otot uterus menyelesaikan
proses iini. Pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak
relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi
yang berlangsung kontinyu, niometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri
mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat
perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka
plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uteru.
Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang
longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itupembuluh
darah yang terdapat diuterus berada diantara serat – serat otot miometrium yang
saling bersilangan. Kontraksi serat – serat otot ini mengakibatkan pembuluh
darah terjepit serta perdarahan terhenti. (Prawihardjo, S., 2010 : 307).
Penyebab retensio plasenta :
(Sastrawinata, S., 2005 : 175).
a. Fungsional
:
1) His
kurang kuat (Penyebab terpenting).
2) Plasenta
sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya (Plasenta
membranasea, plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).\
Plasenta yang sukar lepas karena
penyebab diatas disebut plasenta adhesiva.
b. Patologi
Anatomi :
1) Plasenta
Akreta.
2) Plasenta
inkreta.
3) Plasenta
perkreta.
3. Patofisiologi
retensio plasenta
Jika plasenta belum
lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta yang belum
lepas sama sekali dari dinding uterus karena :
a. Kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).
b. Plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua
sampai mimetrium dibawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta).
Plasenta yang sudah
lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta
(inkarserio plasenta). (Sumarah, 2009 : 156).
4. Patologi
retensio plasenta
Retensio plasenta akan
mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan. Retensio plasenta
tanpa perdarahan dapat diperkirkan bahwa darah penderita terlalu banyak hilang,
keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,
kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
Plasenta manual dengan
segera dilakukan bila terdapat riwayat perdarahan post partum berulang, terjadi
perdarahan post partum melebihi 400cc, pada pertolongan persalinan dengan
narkosa, plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam, (Manuaba,
I. A. C., 2012 : 402).
5. Klasifikasi
retensio plasenta
a. Jenis
retensio plasenta: (Saifuddin, A. B., 2009 : 178).
1. Plasenta
adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologi.
2. Plasenta
akreta adalah implantasi jonjot orion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
Faktor predisposisi
terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas secsio sesaria, pernah
kuret berulang, dan multiparitas. (Prtawihardjo, S., 2010 : 527).
Plasenta akreta ada
yang kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding
rahim. Plasenta akreta yang parsialis yaitu jika hanya beberapa bagian dari
permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta
akreta yang kompleta, inkreta, dan perkreta jarang terjadi. Penyebab plasenta
akreta adalah kelainan desidua, misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta
akreta menyebabkan retensio plasenta. (Sastrawinata, S., 2005 : 176).
3. Plasenta
inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki
miometrium.
4. Plasenta
perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta
inkarserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
Plasenta sudah lepas
tetapi belum lahir karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang
banyak, atau karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah rahim akibat
kesalahan penangan kala III yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata).
Selain plasenta yang
disebutkan diatas masih banyak macam – macam plasenta yang abnormal yang dapat
menimbulkan kesulitan pada saat persalinan, daintaranya : (Iskandar, I., 2009 :
157).
a) Plasenta
battledore : bila insersinya ditepi marginal plasenta.
b) Plasenta
membranosa : pertumbuhan plasenta yang melebur dan tipis dapat menimbulkan
gangguan tertentu yaitu plasenta previa sulit melepaskan diri sehingga bisa
terjadi early PPH dan late PPH.
c) Plasenta
sirkumvalata : pada bagian fetalnya terdapat cincin putih, dapat meningkatkan
keguguran, solutio, keluarnya plasenta telanjang karena seluruh membrannya
tertinggal.
d) Plasenta
suksenturiata : terdapat plasenta tambahan yang lebih kecil disamping yang
normal dan dihubungkan dengan pembuluh darah. Penyulit : kemungkinan luput dari
pengamatan dan tertinggal dalam rahim. Dugaan plasenta suksenturiata bila
terdapat lubang pada membran dan pembuluh darah yang robek.
e) Plasenta
spuria : sama dengan suksenturiata tetapi tidak berhubungan dengan pembuluh
darah dengan plasenta induknya.
f) Plasenta
bipartita : dimana dalam satu membran terdapat dua lobus jaringan plasenta.
6. Faktor
predisposisi retensio plasenta
Kejadian retensio
plasenta berkaitan dengan grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam
bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta dan perkreta.
(Manuaba, I. A. C., 2012 : 402).
Usia kehamilan
dikaitkan dengan lama kala III. Usia kehamilan yang lebih muda dihubungkan
denga kala III yang lebih lama. Frekuensi pengeluaran manual plasenta juga
dihubungkan kelahirna prematur. Perdarahan meningkat seiring makin muda usia
gestasi dan peningkatan pengeluaran plasenta secara manual. (Varney, H., 2007 :
831).
Kontraksi uterus kurang
kuat untuk melepaskan plasenta, plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab
villi chorialis menembus desidua sampai miometrium bahkan sampai dibawah
peritonium (Plasenta akreta – perkreta), plasenta yang sudah keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau salah dalam penanganan kala III
sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus. (Sumarah, 2009 :
146).
7. Tanda
/ gejala klinik retensio plasenta.
a. Plasenta
tidak lahir setelah 30 menit.
b. Perdarahan
segera.
c. Kontraksi
uterus : lemah
Tanda dan gejala kadang
– kadang timbul : tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri
akibat tarikan, perdarahan lanjut. (Rukiyah, A. Y. 2010 : 299).
Tabel 2. 1 : Gambaran dan Dugaan
Penyebab Retensio Plasenta.
Gejala
|
Separasi /
akreta parsial
|
Plasenta
inkarserata
|
Plasenta
akreta
|
Konsistensi
uterus
|
Kenyal
|
keras
|
Cukup
|
Tinggi fundus
|
Sepusat
|
2 jari bawah
pusat
|
Sepusat
|
Bentuk uterus
|
Diskoid
|
Agak globuler
|
Diskoid
|
Perdarahan
|
Sedang –
banyak
|
sedang
|
Sedikit /
tidak ada
|
Tali pusat
|
Terjulur sebagian
|
Terjulur
|
Tidak terjulur
|
Ostium uteri
|
Terbuka
|
Kontriksi
|
Terbuka
|
Separasi
plasenta
|
Lepas sebagian
|
Sudah lepas
|
Melekat
seluruhnya
|
Syok
|
Sering
|
Jarang
|
Jarang sekali,
kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat
|
Sumber : (Saifuddin, A. B., 2009 : 178).
8. Pencegahan
retensio plasenta
Pencegahan retensio
plasenta dengan cara pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu
anterior, mengklem tali pusat segera setelah pelahiran bayi dan menggunakan
traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta. (Varney, H., 2007 :
827).
Upaya pencegahan yang
dilakukan oleh bidan adalah dengan promosi untuk meningkatkan penerimaan
keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta,
meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih pada waktu melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses
persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi
otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta, (Rukiyah, A. Y. 2010 : 305).
9. Penanganan
retensio plasenta.
Penanganan secara umum
: jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan, jika anda
dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut, pastikan
kandung kemihs sudah kosong. Jika diperlukan lakukan keteterisasi kandung
kemih, jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit IM. Jika belum
dilakukan pada penanganan aktif kala III. Jangan berikan ergometrin karena
dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik, yang bisa memperlambat
pengeluaran plasenta.
Jika plasenta belum
dilahirkan setelah 30 ddmenit pemberian oksitosin dan uterus teras
berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika traksi pusat
terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara
manual :
a. Pasang
sarung tangan DTT.
b. Instruksikan
asisten untuk melakukan sedatif dan analgetik melalui selang infus.
c. Lakukan
kateterisasi kandung kemih.
1) Pastikan
kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.
2) Cabut
kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
d. Jepit
tali pusat dengan koher kemudian tegangkan tali pusat sejajar dengan lantai.
e. Secara
obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan kebawah) kedalam vagina dengan
menelusuri tali pusat bagian bawah.
f. Setelah
tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk memegang koher, kemudian
tangan lain penolong menahan fundus uteri.
g. Sambil
menahan fundus uteri, masukkan tangan kedalam kavum uteri sehingga mencapai
tempat implantasi plasenta.
h. Buka
tangan obstetri menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat kepangkal jari
telunjuk).
i.
Tentukan implantasi plasenta, temukan
tepi plasenta yang paling bawah.
1) Bila
berada dibelakang, tali pusat tetap disebelah atas. Bila bagian depan,
pindahkan tangan kebagan depan tali pusat dengan punggung tangan menghadap
keatas.
2) Bila
plasenta dibagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan
jalan menyelipkan ujung jari diatas plasenta dan dinding uterus, dengan
punggung tangan menghadap kedinding dalam uterus.
3) Bila
plasenta dibagian depan, lakukan hal yang sama (punggung tangan pada dinding
kavum uteri) tetapi tali pusat berada dibawah telapak tangan kanan.
j.
Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri
dan kanan sambil bergeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta
dapat dilepaskan.
Catatan : sambil melakukan tindakan,
perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan penanganan yang sesuai jika terjadi
penyulit.
k.
Sementara satu tangan masih berada dalam
kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta
yang masih melekat pada dinding uterus.
l.
Pindahkan tangan luar ke supra simfis
untuk menahan, uterus pada saat plasenta dikeluarkan.
m. Instruksikan
asisten yang memegang koher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
menarik plasenta keluar (hindari percikan darah).
n.
Letakkan plasenta kedalam tempat yang
telah disediakan.
o.
Lakukan sedikit pendorongan uterus
(dengan tangan luar) kedoroso cranial setelah plasenta lahir.
Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah
perdarahan yang keluar.
(Saifuddin, A. B., 2009:513-514).
Jika perdarahan terus
berlangsung. Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya
pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan
mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Jika terdapat
tanda-tanda dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif, raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa
plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tehnik yang serupa dengan tehnik
yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar : keluarkan sisa
plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar, jika berlanjut, lakukan
uji pembekuan darah. (rukiyah, A. Y., 2009:147).
Bagan 2.1 : Penatalaksanaan Retensio
Plasenta
10. Komplikasi
retenasio plasenta (Iskandar, I., 2009:163).
Tindakan plasenta
manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Terjadi
perforasi uterus.
b. Terjadi
infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteria terdorong kedalam
rongga rahim.
c. Terjadi
perdarahan karena atonia uteri.
Untuk memperkecil
komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan memberikan uterotonika
intravena atau intramuskular.
1) Memasang
tamponade uterovaginal.
2) Memberikan
atibiotika.
3) Memasang
infus dan persiapan tranfusi darah.
Selain komplikasi
plasenta manual juga bisa terjadi syok hipovolemik, yang terjadi karena volume
cairan darah intravaskuler berkurang dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu
yang singkat. Penyebab utamanya ialah perdarahan akut >20% volume darah
total. Dlam kondisi syok, volume sirkulasi darah relatif berkurang secara akut
sehingga terjadi penurunan perfusi jaringan. (Saifuddin, A., 2009:650).
D.
Tinjauan
Umum Tentang Proses Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
manajemen kebidanan.
Manajemen kebidanan
adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan
masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis dara, diagnosis
kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (Muslihatun, W. N.,
2009:112).
2. Tahapan
dalam manajemen kebidanan (Muslihatun, W. N., 2009:115).
a. Langkah
I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini
dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk
mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu :
1) Riwayat
kesehatan
2) Pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhannya.
3) Meninjau
catatan terbaru atau catatan sebelumnya.
4) Meninjau
data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi.
Pada
langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang
lengkap.
b. Langkah
II : Interpretasi data dasar
Pada langkah ini
dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan
klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosis yang spesifik.
c. Langkah
III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi
masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan
dapat bersiap-siap bila diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi.
Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
d. Langkah
IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan
segera.
Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan atau doketer dan atau untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan
kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan.
e. Langkah
V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini
dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah – langkah sebelumnya.
Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang
telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini data dasar yang tidak
lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi
apa yang sudah diidentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut
seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya.
Dengan perkataan lain,
asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan
semua aspek asuhan. Setiap tencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah
pihak, bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena merupakan
bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini
juga bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan
rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum
melaksanakannya.
f. Langkah
VI : Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini,
rencana asuhan yang menyeluruh, di langkah kelima harus dilaksanakan secara
efisien dan aman. Perencanaan ini dapat bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan
atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota
tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetaap memikul
tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya, memastikan langkah-langkah
tersebut benar-benar terlaksana.
g. Langkah
VII : Evaluasi
Pada langkah ini
dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan
diagnosis. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut lebih
efektif sebagian belum efektif.
3. Pendokumentasian
manajemen kebidanan dengan metode SOAP (Muslihatun, W.N.,2009:122-124).
Menurut thomas (1994
cit. Mufdillah, dkk, 2001), dokemntasi adalah catatan tentang interaksi antara
tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan tentang hasil
pemeriksaan, prosedur tindakan, pengobatan pada pasien, pendidikan pasien, dan
respon pasien terhadap semua asuhan yang telah diberikan.
Pendokumentasian yang
benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan
pada seorang pasien, didalamnya tersirat proses berfikir bidan yang sistematis
dalam menghadapi seorang pasien sesuai langkah – langkah manajemen kebidanan.
Pendokumentasian atau
catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode
SOAP, S adalah data subyektif, O adalah data Obyektif, A adalah
analysis/assesment dan P adalah Planning. Merupakan catatan yang bersifat
sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metide SOAP ini merupakan
proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan.
a. Subyektif
(S)
Data subyektif (S)
merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah
pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis.
b. Obyektif
(O)
Data Obyektif (O)
merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang
jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan
diagnostik lainnya.
c. Assesment
(A)
Assesment (analisis),
merupakan pendokumenatasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari
data subyektif dan obyektif.
Analisis atau assesment
merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah
kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal – hal berikut ini :
diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi
kebutuhan tindakan segera untuk antispasi diagnosis/masalh potensial. Kebutuhan
tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi :
tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien.
d. Planning
(P)
Planning/perencanaan,
adalah rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun
berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Planning dalam SOAP meliputi
pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima,
keenam dan ketujuh.
Tabel
2.2 : Pendokumentasian Manajemen Kebidanan
Alur pikir bidan Pencatatan
dari
Asuhan
kebidanan
Proses manajemen
kebidanan Pendokumentasian asuhan
kebidanan
7 Langkah dari
Helen Varney
|
5 Langkah
Kompetensi Bidan
|
|
Soap Notes
|
1.
Pengumpulan data
|
Data
|
|
Subjektif
Objektif
|
2.
Merumuskan Diagnosa
3.
Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
4.
Tindakan Segera dan Kolaborasi Asuhan Kebidanan
|
Assesment
/Diagnosa
|
|
Assesment
/Diagnosa
|
5.
Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
|
Membuat
Rencana
|
|
Planning
:
a.
Konsul
b.
Tes Lab
c.
Rujukan
d.
Pendidikan/
konseling
e.
Follow Up
|
6.
Implementasi
|
Implementasi
|
|
|
7.
Evaluasi
|
Evaluasi
|
|
|
Sumber
: Muslihatun, W.N., Mufdalifah, setiawan, N., 2009 : 125
BAB
III
STUDI
KASUS
MANAJEMEN
KEBIDANAN NY “N” DENGAN RETENSIO PLASENTA
DIPUSKESMASA
AJANGALE KABUPATEN WAJO
TANGGAL
05 MARET 2013
No. Register :
Tanggal masuk :
Tanggal partus :
Tanggal pengkajian :’
Pengkaji : Yuliana
A. Langkah I : Identifikasi Data Dasar
1. Identifikasi
klien/suami :
a. Nama
:
b. Umur
:
c. Nikah/lamanya
:
d. Suku
:
e. Agama
:
f. Pendidikan
:
g. Pekerjaan
:
h. Alamat
:
2. Tinjauan
anternal care
a. GIIIPIIA0
b. HPHT
21 April 2012, HTTP : 28 Januari 2013
c. Pergerakan
janin dirasakan pada bulan ke empat kehamilan (akhir Agustus 2013).
d. Selama
kehamilan ibu tidak pernah mengalami mual dan muntah yang hebat, perdarahan
pervaginam, sakit kepala yang hebat, penglihatan yang kabur, bengkak pada wajah
dan tangan, nyeri abdomen yang hebat, kurangnya pergerakan janin, kejang dan
ketuban pecah sebelum waktunya.
e. Tidak
pernah menderita penyakit malaria, jantung, hipertensi, DM, dan PMS.
f. Riwayat
kunjungan antenatal care.
Tabel 3.1 : Riwayat kunjungan Antenatal Care
Tgl
|
Keluhan
|
TD (mmg)
|
BB/lha
|
Umur kehamilan
|
TFU
|
Letak janin
|
Djj
|
Therapi
|
17/07/2012
|
Mual-mual
|
100/70
|
46/25cm
|
12 minggu
|
3 jari atas sympisis
|
Ball
|
-
|
B6 10 biji 3x1, B.com 10 biji 3x1
|
12/08/2012
|
-
|
100/70
|
46,5
|
16 minggu
|
½ pusat sympisis
|
Ball
|
-
|
Fe 30 biji 1x1 Vlt c 3x1 10 biji B.com
3x1
|
09/10/2012
|
Sakit pinggung
|
110/80
|
49
|
24 minggu
|
Stpst
|
Memanjang kep pulki
|
130
|
Fe 30 biji 1x1 Vik c10 biji 3x1 Calk
10 biji 3x1
|
15/12/2012
|
-
|
110/80
|
50
|
34 minggu
|
½ pst
|
Memanjang kepala pulki
|
135
|
Fe 30 Biji 1x1 Vik c 10 biji 3x1
|
15/01/2013
|
Sakit perut
|
110/80
|
50,5
|
38 minggu
|
Memanjang, kepala, puki
|
Memanjang kepala pulki
|
132
|
Vit c 10 biji 3x1 B.com 10 biji 3x1
|
3.
Riwayat persalinan sekarang
a.
Nyeri perut bagian bawah tembus ke
belakang disertai pelepasan lendir dan darah sejak tanggal 22 januari 2013
pukul 11.10 wita, sifat nyeri hilang timbul dan sering. Pembukaan lengkap pukul
20.05 wita.
b.
Lamanya kala I 8 jam 55 menit.
c.
Bayi lahir jam 20.30 wita.
d.
Lamanya kala II 25 menit.
e.
Suntik oxytocin < 1 menit 10 ui jam
20.32 wita.
f.
Plasenta belum lahir.
g.
Perdarahan ±500 cc.
h.
Suntik oxytocin 10 ui ke 2 pada jam
20.47 wita.
4.
Riwayat kehamilan, persalinan, nifas
yang lalu.
Tabel
3.2 Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu
No
|
Kehamilan
|
|
Persalinan
|
|
|
Bayi
|
|
Nifas
|
|
||||||
Tahun
|
Umur
|
Jenis
Persalinan
|
Tempat
|
Penolong
|
BBL/PBL
|
JK
|
Perlangsungan
|
Lama
menyusui
|
|||||||
1.
|
2006
|
Aterem
|
Spontan
PBK
|
|
Bidan
|
|
|
|
|
||||||
2.
|
2009
|
Aterm
|
Spontan
PBK
|
|
Bidan
|
|
|
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
5.
Riwayat kesehatan yang lalu
a.
Tidak ada penyakit jantung, hipertensi,
asma, tuberculosis, malaria dan DM.
b.
Tidak pernah di operasi dan diopname
sebelumnya.
c.
Tidak ada riwayat kehamilan kembar dalam
keluarga.
d.
Tidak pernah ketergantungan obat-obatan,
alkohol, merokok
6.
Riwayat KB
Ibu menggunakan KB
suntik 3 bulan, setelah kelahiran anak pertama sejak bulan april 2006 sampai
juli 2008 dan suntikan 3 bulan, setelah kelahiran kedua Agustus 2010 sampai
januari 2012.
7. Data
psikososial, spiritual, ekonomi
a. Ibu
dan keluarga sangat mengharapkan kelahiran bayinya.
b. Pengambilan
keputusan dalam keluarga adalah suami.
c. Ibu
berharap persalinannya normal.
d. Ibu
berkeyakinan bahwa anak merupakan anugrah dari allah SWT sehingga ibu akan
menyusui, mendidik dan membesarkan anaknya.
e. Penghasilan
suami cukup untuk memenuhi kebutuahan sehari-hari .
f. Biaya
pengobatan dan perawatan di puskesmas ditanggung oleh suami.
8. Pemeriksaan
fisik.
a. Keadaan
umum Ibu :
b. Kesadaran
:
c. Tanda-tanda
vital :
1) Tekanan
darah : 100/60 mamHg
2) Nadi
: 82x/Menit
3) Suhu
: 36,5•c
4) Pernapasan
: 20x/Menit
d. Kepala
1) Inspeksi
: kulit kepala bersih dan tidak berketombe.
2) Palpasi
: tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
e. Wajah
1) Inspeksi
: tidak ada oedema.
2) Palpasi
: tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
f. Mata
1) Inspeksi
: konjungtiva merah muda dan sclera putih.
g. Hidung
1) Inspeksi
: simetris kiri dan kanan.
2) Palpasi
: tidak ada polip dan nyeri tekan.
h. Telinga
1) Inspeksi
: keadaan telinga bersih dan tidak ada serumen.
2) Palpasi
: tidak ada nyeri tekan.
i.
Mulut
1) Inspeksi
: tidak caries pada gigi, tidak ada sariawan, bibir tidak pecah-pecah
j.
Leher
3) Inspeksi
: tidak ada pembesaran vena jubularis.
4) Palpasi
: tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan
kelenjar limfe.
k. Payudara
1) Inspeksi
: simetris kiri dan kanan, puting susu terbentuk dan menonjol, areola tampak
hyperpigmentasi.
2) Palpasi
: tidak ada massa dan nyeri tekan.
l.
Abdomen :
1) Inspeksi
:
a) Dinding
perut kendor.
b) Tidak
ada luka bekas operasi.
c) Tampak
stria albikans dan linea nigra.
d) TFU
setinggi pusat.
e) Kontraksi
uterus : lemah.
m. Genitalia
1) Inspeksi
:
a) Tidak
ada odema dan varises pada vulva dan vagina.
b) Tampak
pengeluaran darah dan tali pusat terjulur.
2) Palpasi
: VT ostium uteri kontriksi
n. Tungkai
1) Inspeksi
: tidak ada varises
2) Palpasi
: tidak odema
B.
Langkah
II : Identifikasi Diagnosa atau Masalah Aktual
Diagnosa aktual : Inpartu kala III
dengan masalah retensio plasenta
1. Inpartu
kala III
a. Data
Subyektif :
1) Ibu
merasakan nyeri perut.
2) Ibu
senang bayinya dapat lahir dengan selamat.
b. Data
Obyektif :
1) Bayi
lahir jam 20.30 wita
2) Tinggi
fundus uteri setinggi pusat.
3) Kontraksi
uterus lemah.
4) Nampak
tali pusat terjulur.
5) Plasenta
belum lahir.
c. Analisa
dan intrespretasi data :
Saat kala III volume
uterus sudah berkurang dan dapat diraba yaitu fundus uteri setinggi pusat dan
pada saat itu uterus berkontraksi memperkecil kavum uteri sehingga akan terasa
sakit, teraba keras dan bundar. (Prawihardjo, S., 2010:307).
2. Retensio
plasenta
a. Data
subyektif
Plasenta belum lahir
b. Data
obyektif
1) Bayi
lahir jam 20.30 wita.
2) Pengkajian
tanggal 22 januari 2013 jam : 20.35 wita.
3) Dinding
perut kendor.
4) TFU
setinggi pusat.
5) Kontraksi
uterus lemah.
6) Tali
pusat terjulur.
7) Ostium
uteri kontriksi.
c. Analisa
dan interpretasi data :
Retensio plasenta
adalah bila plasenta tetap tertinggi dalam uterus setengah jam setelah anak
lahir. (Prawihardjo, S., 2010 : 526).
Konsistensi uterus kenyal, tinggi fundus
sepusat, bentuk uterus diskoid, perdarahan sedang-banyak. Terjelujur sebagian,
ostium uteri terbuka, separasi plasenta lepas sebagian, syok sering, merupakan
gambaran separasi/akretaparsial. (Saifuddin, A. B., 2009 : 178).
C.
Langkah
III : Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial.
1. Potensial
terjadinya infeksi.
a. Data
subyektif
1) Pengeluaran
darah banyak dari vagina.
2) Mengeluh
pusing dan lemah.
b. Data
obyektif
1) Tampak
pengeluaran darah kurang lebih 500cc.
2) Tampak
jalan lahir terbuka.
3) TTV
: TD : 100/60 mmHg.
4) N
: 92x/menit.
5) P
: 20x/menit.
6) S
: 36,5°C.
c. Analisa
dan interpretasi data
Setelah persalinan, tempat bekas
perlekatan plasenta pada dinding rahim merupakan luka yang cukup besar untuk
masuknya mikrorganisme. (Sastrawinata, S., 2005 : 188).
2. Potensial
terjadi perdarahan post partum
a. Data
Subyektif
Mengeluh banyak darah yang keluar.
b. Data
obyektif
1) Tampak
pengeluaran darah kurang lebih 500cc.
2) TTV
: TD : 100/60mmHg.
3) N
: 92 x/menit.
4) P
: 20 x/menit.
5) S
: 36,5°C.
c. Analisa
dan interpretasi data.
Perdarahan post partum
adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung.
Kegagalan kontrkasi otot rahim menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi
plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan (Iskandar, I., 2009 : 150-151).
3. Potensial
syok hipovolemik.
a. Data
subyektif :
1) Pengeluaran
darah banyak.
2) Mengeluh
pusing.
b. Data
obyektif :
1) Tampak
pengeluaran darah ±500cc.
2) TTV
: TD : 100/50 mmHg
3) N
: 92 x/menit.
4) P
: 20 x/menit.
5) S
: 36,5°C.
c. Analisa
dan interpretasi data :
Perdarahan (syok hypovolemik) terjadi
karena volume cairan darah intravasculer berkurang dalam jumlah yang banyak dan
dalam waktu yang singkat. Penyebab utama ialah perdarahan akut >20% volume
darah total. (saifuddin, A.B.,2009:65).
D.
Langkah
IV : Tindakan Segera dan Kolaborasi.
Kolaborasi tindakan
pemasangan infuse cairan RL dengan oksitosin 20 unit dalam 500 ml dengan 40
tetes/menit, manual plasenta dan pemberian antibiotik.
E.
Langkah
V : Rencana Tindakan
Tanggal :
1. Tujuan
a. Plasenta
lahir komplit.
b. Keadaan
ibu baik.
c. Ibu
fmendapatkan dukungan fisik dan psikologis dari keluarga.
2. Kriteria
a. Kotiledon
lengkap dan selaput lengkap.
b. Perdarahan
terhenti.
c. Tanda-tanda
vital dalam batas normal :
1) Tekanan
darah :
a. Sistole
: 90-130 mmHg kenaikan tidak ≥15 mmHg.
b. Diastole
: 60-90 mmHg kenaikan tidak ≥10 mmHg.
2) Nadi
: 60-90x/i.
3) Suhu
: 36,5 C – 37,5 C.
4) Pernapasan
: 18-24x/i.
d. TFU
2 jari di bawah pusat.
e. Kontraksi
uterus keras dan bundar.
3. Intervensi
data.
a. Lakukan
katerisasi.
Rasional : Plasenta
mungkin tidak keluar oleh karena kandung kemih atau rectum penuh oleh karena
itu harus di kosongkan.
b. Jelaskan
pada ibu dan keluarga bahwa plasenta belum lahir dan akan dilakukan plasenta
manual.
Rasional : Dengan
menjelaskan pada ibu dan keluarga akan memudahkan petugas melakukan kerja sama
(persetujuan tindakan).
c. Observasi
kontraksi uterus.
Rasional : Hampir sebagian besar pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
d. Lakukan
traksi terkontrol untuk melahirkan plasenta.
Rasional : Dengan
meregangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan bila eksplusi plasenta
tidak terjadi berarti traksi terkontrol gagal dan lanjutkan dengan plasenta
manual.
e. Lakukan
plasenta manual.
Rasional : plasenta
manual adalah prosedur pelepasan plasenta dan tampak implantasinya pada dinding
uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual. Prosedur ini
dilakukan dengan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang
di masukkan langsung ke dalam kavum uteri.
f. Lakukan
eksplorasi ulangan.
Rasional : dengan
melakukan explorasi ulang untuk memastikan tindakan pada bagian plasenta yang
melekat pada dinding uterus.
g. Periksa
kembali tanda-tanda vital.
Rasional : Dengan
melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dapat di ketahui pada keadaan umum ibu
dan segera melakukan tindakan selanjutnya apabila masih diperlukan.
h. Beri
antibiotic propilaksis (Amoxicilin 3x500 mg).
Rasional : Dengan
pemberian anti biotic dapat mencegah terjadinya infeksi pada uterus.
i.
Dekontaminasi pasca tindakan.
Rasional : Dengan
dekontaminasi pasca tindakan merupakan langkah pencegahan infeksi.
j.
Lakukan perawatan pasca tindakan yaitu :
1) Tanda-tanda
vital, kontraksi uterus.
2) Catat
kondisi pasien dan buat laporan.
3) Buat
intruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk dipantau.
Rasional : Dengan
melakukan perawatan pasca tindakan merupakan tindakan untuk mengobservasi
keadaan pasien sampai keadaanya stabil.
k. Beritahu
kepada keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan
perawatan.
Rasional : Dengan
memberitahu kepada keluarga agar supaya dapat bekerja sama dengan petugas dalam
perawatan dan pengobatan.
F.
Langkah
VI : Implementasi
Tanggal 22 januari 2013 jam 20.45 wita.
1. Melakukan
kateterisasi.
Hasil : kateter sudah terpasang, urine
100cc.
2. Menjelaskan
pada ibu dan keluarga bahwa plasenta belum lahir dan akan dilakukan plasenta
manual, kleluarga menandatangani surat persetujuan atau informasi consent.
Hasil : Informent consent sudah ditandatangani.
3. Mengobservasi
kontraksi uterus.
Hasil : kontraksi uterus lemah.
4. Melakukan
plasenta manual.
Hasil : plasenta lahir jam 21.10 wita.
5. Melakukan
eksplorasi
Hasil : eksplorasi sudah dilakukan dan
perdarahan kurang lebih 100 ml.
6. Memeriksa
kembali tanda-tanda vital.
Hasil :
a. Tekanan
darah : 100/60 mmHg.
b. Nadi
: 92 x/i
c. Suhu
: 36,5°C
d. Pernapasan
: 20 x/i
7. Memberikan
obat-obatan pada jam 23.40 wita amoxicilin 3x500 mg sehari, methil ergometrin,
paracetamol 3x500 mg sehari, sf 1x200 mg sehari.
Hasil : obat-obatan sudah diberikan.
8. Mendekontaminasi
alat-alat pasca tindakan.
Hasil : semua peralatan sudah
dibersihkan.
9. Melakukan
perawatan pasca tindakan yaitu : tanda-tanda vital setiap 15 menit pada jam
pertama, kontraksi uterus setiap 30 menit pada jam kedua, mencatat kondisi
pasien dan membuat laporan.
Hasil : Perawatan pasca tindakan sudah
dilakukan.
10. Memberitahu
kepada keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan
perawatan.
Hasil : keluarga mengerti dengan
penjelasan yang diberikan.
G. Langkah VII : Evaluasi
Tanggal 22 januari 2013 jam 21.15 wita
1. Kateter
sudah terpasang.
2. Informent
consent sudah ditandatangani.
3. Kontraksi
uterus lemah.
4. Plasenta
lahir jam 21.10 wita.
5. Eksplorasi
sudah dilakukan dan perdarah kurang lebih 100 ml.
6. Tekanan darah :
100/60 mmHg.
Nadi :
92 x/i
Suhu :
36,5 °c
Pernapasan : 20 x/i
7. Obat-obatan
sudah diberikan.
8. Semua
peralatan sudah dibersihkan.
9. Perawatan
pasca tindakan sudah dilakukan.
10. Keluarga
mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
PENDOKUMENTASIAN
MANAJEMEN KEBIDANAN Ny.”N” DENGAN
RETENSIO
PLASENTA DI PUSKESMAS AJANGALE
K
A B U P A T E N B O N E
TANGGAL
22 JANUARI 2013
No. Register :
Tanggal masuk :
Tanggal partus :
Tanggal pengkajian :
Identitas
klien/suami :
a. Nama
:
b. Umur
:
c. Nikah
/ lamanya :
d. Suku
:
e. Agama
:
f. Pendidikan
:
g. Pekerjaan
:
h. Alamat
:
A.
Data
Subyektif
1. Ibu
melahirkan jam 20.30 wita.
2. Senang
bayinya dapat lahir dengan selamat.
3. Merasa
lelah setelah persalinan.
B.
Data
Obyektif (O).
1. Tanda-tanda
vital
a.
Tekanan darah : 100/60 mmHg.
b.
Nadi :
92 x/menit.
c.
Pernafasan : 20 x/menit.
d.
Suhu :
36,5°C.
2.
Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
3.
Dinding perut kendor.
4.
Kontraksi uterus lemah.
5.
Tali pusat terjulur.
6.
Ostium uteri kontriksi.
7.
Pengeluaran darah dari jalan lahir
dengan jumlah sesaat ±500cc.
C. Assesment (A)
1.
Retensio plasenta
2.
Potensial terjadi syok hipovolemik dan
potensial terjadi infeksi jalan lahir.
D. Planning (P).
Tanggal 22 januari 2013
jam 20.35 wita.
1.
Melakukan kateterisasi
Hasil : kateter sudah
terpasang, urine 100 cc.
2.
Menjelaskan pada ibu dan keluarga bahwa
plasenta belum lahir dan akan dilakukan plasenta naual, keluarga menandatangani
surat persetujuan atau informasi consent.
Hasil : informent
consent sudah ditandatangani.
3.
Mengobservasi kontraksi uterus.
Hasil : kontraksi
uterus lemah.
4.
Melakukan plasenta manual.
Hasil : plasenta lahir
jam 21.10 wita
5.
Melakukan observasi
Hasil : eksplorasi
sudah dilakukan dan perdarahan kurang lebih 100 ml.
6.
Memeriksa kembali tanda-tanda vital.
Hasil : a.
tekanan darah : 100/60 mmHg.
c.
Nadi :
92 X/i
d.
Suhu :
36,5 °C
e.
Pernapasan : 20 X/i
7.
Memberikan obat-obatan pada jam 23.40
wita amoxicilin 3x500 mg sehari, methil ergometrin, paracetamol 3x500 mg
sehari, sf 1x200 mg sehari.
Hasil : obat-obatan
sudah diberikan.
8.
Mendekontaminasi alat-alat pasca
tindakan.
Hasil : semua peralatan
sudah dibersihkan.
9.
Melakukan perawatan pasca tindakan yaitu
: tanda-tanda vital setiap 15 menit pada jam pertama, kontraksi uterus setiap
30 menit pada jam kedua, mencatat kondisi pasien dan membuat laporan.
Hasil : perawatan pasca
tindakan sudah dilakukan.
10.
Memberitahu kepada keluarga bahwa
tindakan telah selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan.
Hasil : keluarga
mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan
diuraikan tentang kesenjangan yang terjadi antara tinjauan pustaka dengan studi
kasus, dalam penerapan proses manajemen kebidanan pada Ny “N” dengan retensio
plasenta di puskesmas sabbangparu kabupaten wajo tanggal...........
Pembahasan
ini disusun berdasarkan dasar teori dari asuhan yang nyata dengan pendekatan
manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah sebagai berikut : A. Langkah 1. Pengumpulan Data / Analisis
Data Dasar.
Dalam pengkajian di
mulai dari pengumpulan data berupa anamneses serta data-data yang dapat
ditemukan saat melakukan anamneses dapat mendukung terjadinya kasus tersebut.
Setelah dilakukan anamneses dilakukan pemeriksaan fisik berupa observasi,
palpasi, auskultasi dan perkusi. Kemudian pemeriksaan laboratorium untuk
mendukung hasil pemeriksaan.
Pada tinjauan pustaka
didapatkan gejala-gejala dari retensio plasenta adalah plasenta tidak lahir
setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus : kenyal, keras dan
cukup.
Sedangakan pada studi
kasus pada Ny “N” di dapatkan plasenta belum lahir, pengeluaran darah banyak
dari vagina, ibu merasa pusing, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 92 x/menit,
pernafasan 20 x/menit, dari suhu 36,5°C. Dengan demikian tidak ada kesenjangan
antara tinjuan pustaka dari studi kasus.
Dalam tahapan
pengkajian penulis tidak mendapat hambatan, ini dapat dilihat dari respon ibu
yang dapat menerima kehadiran penulis saat pengumpulan data dan sampai tindakan
yang diberikan. Ibu menunjukkan sikap terbuka dan menerima anjuran dan saran
yang diberikan oleh penulis maupun tindakan tenaga medis lainnya dalam
memberikan asuhan kebidanan yang berorientasi pada psikis-sosial.
B.
Langkah
2. Identifikasi Diagnosa / Masalah Aktual
Dalam menegakkan suatu
diagnosa kebidanan atau masalah kebidanan berdasarkan pendekatan asuhan
kebidanan didukung dan ditunjang oleh beberapa data baik data subjektif, maupun
obyektif yang diperoleh dari hasil pengkajian yang dilaksanakan.
Pada tinajauan pustaka
telah dijelaskan bahwa retensio plasenta (plasental retention) merupakan
plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, dengan gejala
plasenta tidak lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus
lemah.
Pada tinjauan kasusu
didapatkan bayi lahir jam 20.30 wita, tinggi fundus uteri setinggi pusat,
kontraksi uterus lemah, nampak tali pusat terjulur, plasenta belum lahir.
Dengan melihat data
yang diperoleh baik dari data tinjauan pustaka maupun dari pengkajian maka
penulis menarik kesimpulan bahwa diagnosa dan masalah aktial yang dirumuskan
adalah inpartu kala III dengan masalah retensio plasenta.
Masalah/diagnosa
ditegakkan dengan terlebih dahulu menganalisa data yang telah diperoleh dengan
mengacu pada teori yang ada, sehingga pada tahap ini penulis tidak menemukan
adanya kesenjangan antara teori dan kasus dengan diagnosa inpartu kala III
dengan masalah retensio plasenta.
C.
Langkah
3. Antisipasi Diagnosa / Masalah Potensial.
Pada perumusan diagnosa
masalah potensial akan di bahas tentang kemungkinan terjadinya hal yang lebih
fatal akibatnya apabila apa yang menjadi masalah aktual tidak segera
tertangani.
Pada studi kasus
masalah potensial yang dapat terjadi adalah :
a. Terjadinya
infeksi, setelah persalinan, tempat bekas perlekatan plasenta pada dinding
rahim merupakan luka yang cukup besar untuk masuknya mikrorganisme, sehingga
penulis mengantisipasi diagnosa.
b. Terjadinya
perdarahan post partum, perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi
selama 24 jam setelah persalinan berlangsung. Kegagalan kontraksi otot rahim
menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga
menimbulkan perdarahan.
c. Syok
hipovolemik, yang terjadi karena volume cairan darah intravaskuler berkurang
dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Penyebab utamanya ialah
perdarahan akut > 20 % volume darah total. Dalam kondisi syok, volume
sirkulasi daarah relatif berkurang secara akut sehingga terjadi penurunan perfusi
jaringan. Sehingga penulis mengantisipasi diagnosa/masalah potensi yang
menunjukkan adanya persamaan dengan tinjauan pustaka.
D.
Langkah
4. Tindakan Segera / Kolaborasi
Pada tinjauan pustaka
tindakan segera / kolaborasi pada retensio plsenta adalah mengkolaborasikan
dengan dokter untuk dilakukan pemasangan infuse, pemberian uterotonika, manual
palsenta, dan pemberian antibiotik.
Pada studi kasus Ny “N”
tindakan segera yang dilakukan adalah pemasangan infuse + oxy 20 unit, 40
tetes/menit, manual plasenta, pemberian antibiotik (amoxicilin 3x500 mg
sehari).
Dalam kasus ini tidak
ada perbedaan yang ditemukan antara teori dan tindakan yang diberikan pada Ny “N” tetap mengacu pada
tindakan yang rasional sesuai kebutuhan klien.
E.
Langkah
5. Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
Perencanaan adalah
suatu proses rencana tindakan berdasarkan identifikasi masalah saat sekarang
serta antisipasi masalah yang akan terjadi. Pada tahap perencanaan penulis
membuat asuhan kebidanan pada ibu mulai dari tujuan yang hendak dicapai serta
kriteria keberhasilan dan intervensi.
Dalam membuat
perencanaan penulis melakukan sesuai data yang diperoleh dan disesuaikan dengan
kebutuhan dan keadaan ibu. Penetapan yang dimaksudkan untuk terjadi pedoman
dalam suatu tindakan.
Pada tinajuan pustaka
rencana penanganan retensio plasenta adalah pemasangan infus, pemberian
uteretonika, manual plasenta, dan pemberian antibiotik.
Sedangkan pada kasus Ny
“N” penulis merencanakan tindakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa /
masalah aktual dan potensial yaitu observasi keadaan umum, tanda-tanda vital,
observasi tetesan infus serta kolaborasi dengan dokter untuk tindakan manual
plasenta.
Berdasarkan tinjauan
pustaka dengan studi kasus didapatkan kesamaan dalam penerapan yang dilakukan
dilahan praktek.
F.
Langkah
6. Melaksanakan Tindakan Asuhan Kebidanan.
Semua rencana telah
dilaksanakan seluruhnya dengan menyesuaiakan kondisi, keadaan, dan kebutuhan
ibu, yang dilaksanakan pada tanggal 22 januari 2013 di Puskesmas Sabbangparu
Kabupaten Wajo.
Dalam pelaksanaan
tindakan asuhan kebidanan, penulis tidak menemukan hambatan yang berarti karena
adanya kerjasama dan penerimaan yang baik dari klien dan keluarga serta
dukungan, bimbingan dan asuhan dari pembimbing dilahan praktek.
G.
Langkah
7. Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan
Adapun evaluasi
dimaksudkan untuk memperoleh atau memberi nilai terhadap intervensi yang
dilakukan berdasarkan tujuan dan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
Tehnik evaluasi yang dilakukan melalui anamnese, pemeriksaan fisik untuk memperoleh
data hasil perkembangan pasien, hasil evaluasi setelah dilakukan perawatan di
Puskesmas Ajangale Kabupaten Wajo adalah :
1. Kateter
sudah terpasang.
2. Informant
consent sudah ditandatangani.
3. Kontraksi
uterus lemah.
4. Plasenta
lahir jam 21.10 wita.
5. Eksplorasi
sudah dilakukan dan perdarahan kurang lebih 100 ml.
6. a.
Tekanan darah : 100/60 mmHg.
a. Nadi
: 92 x/menit.
b. Suhu
: 36,5 °C.
c. Pernafasan
: 20x/menit
7. Obat
–obatan sudah diberikan.
8. Semua
peralatan sudah dibersihkan.
9. Perawatan
pasca tindakan sudah dilakukan.
10. Keluarga
mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
Dengan melihat hasil
yang diperoleh seperti yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa
tujuan yang ingin dicapai pada kasus Ny “N” sebagian besar dapat terevaluasi
dengan yang diharapkan.
Dengan demikian pada
tinjauan dan studi kasus pada Ny “N” di lahan praktek secara garis besar nampak
adanya persamaan karena masalah dapat teratasi dengan baik.
BAB
V
PENUTUP
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Retensio plasenta
adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan
bayi. Jenis retensio plasenta : plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta
inkreta, plasenta parkreta, plasenta inkarserata, plasenta battledore, plasenta
membranosa, plasenta sirkumvalata, plasenta suksenturiata, plasenta spuria,
plasenta bipartita. Penyebab retensio plasenta secara fungsional dapat terjadi
karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas
karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta mambranasea,
plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Tanda dan
gejala klinik retensio plasenta : plasenta tidak lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus lemah. Pencegahan retensio plasenta dengan
cara pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior, mangklaim tali
pusat terkendali untuk pelahiran plasenta. Penanganan retensio plasenta jika
plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika traksi pusat
terkendali belum berhasil, cdobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara
manual.
Manajemen Asuhan
Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapakan metode
pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data,
diagnosis kebidanan, perencanan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahapan dalam
manajemen kebidanan.
1.
Langkah I : Pengumpulan Data.
2.
Langkah II : Identifikasi diagnosa/masalah aktual.
3.
Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.
4.
Langkah IV : Identifikasi perlunya tindakan segera / kolaborasi.
5.
Langkah V : Rencana asuhan kebidanan.
6.
Langkah VI : Implementasi asuhan kebidanan.
7.
Langkah VII : Evaluasi asuhan kebidanan.
B.
Saran
1. Ibu
untuk ibu bersalin.
a. Diharapkan
setiap ibu yang ingin melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan khususnya bidan
dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Ibu
bersalin yang mempunyai faktor risiko diharapkan sedapat mungkin pertolongan
persalinannya dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lengkap
sehingga jika ada komplikasi dapat ditangani dengan cepat dan tepat.
2. Saran
untuk petugas kesehatan.
a. Diharapkan
senantiasa berupaya untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuannya dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan yag lebih profesional.
b. Dalam
melaksanakan asuhan kebidanan, bidah harus selalu menerapkan prinsip-prinsip
pencegahan infeksi, guna mencegah terjadinya infeksi pada ibu, juga
perlindungan bagi diri sendiri.
c. Bagaimana
bidan harus mengetahui cara mengangani kasus kegawat daruratan seperti retensio
plasenta.
3. Saran
untuk institusi.
a. Diharapkan
dapat meningkatkan mutu dan sarana pendidikan agar dapat menghasilkan tenaga
kesehatan yang berkualitas dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Menyediakan
tenaga pengajar yang profesioanal yang dpat membimbing mahasiswa dalam proses
belajar mengajar.
c. Perlu
peningkatan pfembelajaran di labortorium khususnya penanganan retensio plasenta
sehingga dapat melakukan suatu tindakan penanganan pada kasus tersebut karena
praktek laboratorium sangatlah bermanfaat dalam membina tenaga bidan guna
menciptakan sudmber daya manusia yang berpotensi dan profesional.
DAFTAR
PUSTAKA
Baety,
Aprilia Nurul, 2011. Biologi Reproduksi,
Kehamilan, dan Persalinan. Edisi
pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Http://dahliayaya.
Blogspot.com/2012/05/makalah-retensio-plasenta. Html diakses tanggal 6 juni
2013.
http://delvitapratiwi.
Blogspot.com/2012/06/retensio-plasenta. Html diakses tanggal 6 juni 2013.
Iskandar,
Imelda. 2009. Asuhan Kebidanan IV
Patologi. Makassar.
Manuaba,
Ida Ayu Chandranita. 2012. Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi kedua. Jakarta : EGC.
Muslihatun,
Wafi Nur. 2009. Dokumentasi kebidanan.
Yogyakarta:Fitramya.
Prawihardjo,
Sawono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi
keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Rukiyah,
Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan II (Patologi Kebidanan). Jakarta:TransInfo
Media.
Rukiyah,
Ai Yeyeh. 2009. Asuhan Kebidanan II
(Persalinan), Jakarta:Fitramaya.
Saifuddin,
Abdul bari. 2009. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo.
Sumarah.
2009. (Perawatan Ibu Bersalin)(Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta:fitramaya.
Sastrawinata,
Sulaiman, 2005. Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi. Edisi kedua. Jakarta:EGC.
Varney,
Helen. 2007. Buku ajar Asuhan Kebidanan. Edisi
keempat. Jakarta. EGC.
KARTU KONSULTASI
Nama
mahasiswa : Yuliana
NIM
:
Program
Studi : D3 KEBIDANAN
Judul
skripsi/KTI :
No.
|
Tanggal
|
Keterangan kegiatan
|
Tanda tangan
|
|
|
|
|
Sengkang, 2014
Pembimbing,
KARTU
PESERTA SEMINAR KTI
Nama Mahasiswa : Yuliana
NIM :
Program Studi : DIII Kebidanan
No.
|
Tanggal
|
Judul seminar yang diikuti
|
Dosen pembimbing
|
Tanda tangan
|
|
|
|
|
|
Lucky Club Casino Site - Live Dealer Casino Games
BalasHapusPlay online casino games for real money. Lucky Club Casino has a range of casino games, like blackjack, luckyclub.live roulette, slots, and video poker.
joya shoes 471i7urzar860 joyaskodanmark,joyaskonorge,joyaskorstockholm,joyacipo,zapatosjoya,joyaschoenen,scarpejoya,chaussuresjoya,joyaschuhewien,joyaschuhedeutschland joya shoes 332d3cpait959
BalasHapus